27 Mei 2010

Marpoyan Pekanbaru Film Festival 2010

Catatan Kecil Mengenai Kegiatan Marpoyan Film Festival 2010

Kine Wakref UIR, Fetival Film Marpoyan Pekanbaru 2010Setelah mengalami perjalanan panjang dan melihat serta mengikuti perkembangan dan bertanya serta konsultasi dengan beberapa teman di komunitas film di Indonesia, serta turut mengadakan screening film, baik untuk kalangan sendiri maupun komunitas film Pekanbaru maka, kami dari Kine Wakref Universitas Islam Riau (UIR) Pekanbaru mencoba mengadakan festival yang betajuk Marpoyan Pekanbaru Film Festival 2010.

Memang, banyak kendala untuk dapat terlaksananya kegiatan ini sampai pada akhirnya dapat terlaksana pada tanggal 5 april 2010 Di Gedung Convention Hall Universitas Islam Riau Pekanbaru, walau telah mengalami pengunduran dari jadwal sebelumnya 17 Maret 2010.

Dalam kegiatan ini adalam pemutaran film dari peserta ada 8 film yang kami putarkan dari 12 film yang masuk ke panitia, bukan berarti semua film tidak bagus? tapi ada beberapa kendala tekhnis yang mengharus kan empat film tidak dapat turut di screening-kan dalam Marpoyan Film Festival dengan mandapat respon yang cukup memuaskan dari penonton yang ada walaupun angket yang kami sebarkan kepada penonton tidak kembali setelah film yang ada di screening.

Terima kasih kami ucapkan dari semua pihak yang telah membantu serta memberi bantuan dan motivasi kepada panitia Marpoyan Film Festival untuk tetap melaksanakan kegiatan ini. Mungkin masih banyak kekurangan tapi kami akan menjadikan hal ini pelajaran dan pengalaman baru serta pengetahuan baru dalam mengadakan kegiatan ini dan kedepannya kami akan berusaha lebih baik lagi.

Terima kasih pada: Barumun Nanda ( IKJ jakarta), Lulu Fahrullah (Failing Strar Bandung), Pandhu Adjisurya ( 12,6 AJ Kine Klub Yogyakarta), Rambo Picture (Pekanbaru) , F2PB Bandung, Mas Ipoeng Dengan saran-sarannya, Bung Yatna Yuana sebagai Pembina yang baik, Bapak Pembantu Rektor III UIR yang telah Memperbolehkan Pemakaian Gedung Convention Hall UIR, teman-teman BEM FIKOM UIR Pekanbaru, teman-teman kampus UIR semuanya..

Serta Movie Galerry dan Matafor yang telah banyak membantu dalam hal logistik peralatan. Teman-teman Psikologi UIR dan semua pihak yang tak dapat kami cantumkan dalam catatan kecil ini. Terima kasih semuanya....

Panitia Marpoyan Pekanbaru Film Festival 2010
Kine Wakref UIR

22 Mei 2010

Ratapan Sunyi di Semenanjung Kampar (Film)

Peta Daerah Semenanjung-KamparFilm Ratapan Sunyi di Semenanjung Kampar lahir dari krisis kerusakan hutan gambut yang akut di Semenanjung Kampar yang diakibatkan oleh pembukaan kebun sawit dan digrogoti sebagai Hutan Tanam Industri di Riau.

Daerah semenanjung Kampar meliputi kabupaten Siak dan Pelalawan. hutan rawa gambut Semenanjung Kampar luasnya mencapai 682.511 hektar tersebar di Kabupaten Siak dan Pelalawan. Daerah hutan gambut tersebut diantaranya:

Film dokumenter Ratapan Sunyi di Semenanjung Kampar berdurasi 23 menit 45 detik, potret masyarakat yang tidak berdaya di tengah hiruk-pikuk dunia modern yang masuk ke kehidupan mereka. Film garapan Nanang Sujana (Gekko Studio Bogor) ini secara tersirat memperlihatkan persoalan makro dalam pengelolaan hutan di Indonesia yang memerlukan banyak pembenahan di sana-sini.

Film ini telah ditonton dan dibedah di Kantor Forum Komunikasi Pemuka Masyarakat Riau (FKPMR) di Gobah, Kamis, 20 Mei lalu. Budayawan Al Azhar dan Redaktur Pelaksana Riau Pos, Hary B Kori’un, menjadi pembedah dalam diskusi tersebut.

Berikut, beberapa scene yang ada dan tergambar dalam Film Ratapan Sunyi Semenanjung Kampar:

LAUT yang berkabut. Permukaan air hanya terlihat samar-samar. Dari kejauhan terlihat seseorang mengayuh perahu. Perlahan terlihat dari dekat terlihat seorang wanita muda sedang mencari ikan dengan peralatan sederhana.

Beberapa kali dia memasukkan alat penangkap ikannya ke air, tapi setelah diangkat, lagi-lagi tak ada ikan di dalamnya. Beberapa saat setelah itu, terlihat kapal ponton ukuran besar mengangkut kayu chip membelah lautan. Gambar dari atas yang berputar mengitari kapal, memperlihatkan muatan kayu yang diperkirakan ribuan kubik itu.

“...kini situasi laut sudah kacau. Jaring ditabrak kapal tidak diganti, diminta tak mau ngasih...” terdengar suara narator, Pak Akiat. Dia menceritakan bagaimana kecewanya dirinya ketika jaringnya rusak akibat dilanggar kapal. Dia minta jaringnya diganti, namun jawaban pemilik kapal, mereka akan kirim surat ke Jakarta. Akiat marah, “Mana mungkin saya mengambil dua-tiga jaring harus ke Jakarta? Saya sangat kecewa,” kata lelaki asal Desa Penyengat, Sungai Apit, ini.

Setelah itu gambar-gambar memperlihatkan bagaimana alat-alat berat bekerja menerabas hutan, membuat kanal-kanal, dan pekerjaan kehutanan lainnya di lahan gambut Semenanjung Kampar.

Beberapa narator kemudian bermunculan menceritakan kepedihan masyarakat yang sekian lama hidup dalam kesederhanaan. Mereka menganggap pemberian izin kepada perusahaan besar untuk melakukan eksploitasi di kawasan hutan rawa gambut Semenanjung Kampar, adalah tamparan keras bagi mereka karena selama ini ekosistem rawa gambut seluas 700.000 hektare tersebut adalah kawasan yang mestinya tidak dijadikan hutan produksi maupun dikonversi menjadi Hutan Tanaman Industri (HTI), perkebunan sawit, dan sebagainya.

“Sekarang mencari ikan sudah susah, berburu sudah tak bisa karena hutan gundul. Bagaimana nasib dan masa depan anak-anak kami?” kata Pak Dum, salah seorang petani di Penyengat.


Jika anda ingin mengetahui kerusakan nyata hutan Riau dan dampak darinya, maka film ini layak ditonton.

11 Mei 2010

Geisha di Wanted Area Selection Batam-Pekanbaru

Foto personel geisha band personilAjang kompetisi yang membuka jalan bagi band-band baru berba¬kat untuk terjun ke industri musik nasional, akan menghadirkan band alumni Wanted 2006 jebolan Pekanbaru, Geisha band yang kini makin sukses mensejajarkan diri dengan band papan atas lainnya.

Untuk satu tiket yang diperebutkan ini tersedia hadiah pertama digital converter serta uang tunai senilai Rp3.000.000 dan berhak berangkat ke Jakarta untuk bertanding di tingkat nasional dan bersaing melawan 19 finalis lain dari seluruh Indonesia.

Dalam penampilan nanti, 17 band ini akan be beraksi maksimal dan beradu kemampuan bermusik live di atas panggung di hadapan dewan juri yang terdiri dari pihak perusahaan rekaman, produser musik, musisi nasional, dan jurnalis musik.

Budi Suryanto, Manager Area Marketing PT HM Sampoerna Tbk wilayah Pekanbaru dalam relisnya mengatakan, "17 Band yang akan tampil ini diharapkan tampil lebih maksimal,''tambahnya.

Berita: Riau Pos
Foto: Kapanlagi

Melayu dan Seni Teater Modern di Riau

Identifikasi Sosiologis Melayu dan Seni Teater Modern di RiauIdentifikasi Sosiologis Melayu dan Seni Teater Modern di Riau

Melayu
Kata atau nama Melayu telah dikenal dalam rentang waktu yang cukup lama. Kata atau nama Melayu telah disebut-sebut pada tahun 664/45 Masehi, dan muncul pertama kali dalam catatan (buku tamu) kerajaan China.

Melayu diartikan sebagai satu suku yang berasal dari Indalus (Sumatra) dan Seberang Sumatra (Malaka). Di Indalus atau Andalas terdapat kerajaan yang berhadapan dengan Pulau Bangka, di sana ada Sungai Tatang dan Gunung Mahameru serta sungai yang bernama ‘Melayu’. Rajanya bernama Demang Lebar Daun. Kata ‘melayu’ masih ditemui pada bahasa-bahasa di sekitar Palembang dan juga di Pulau Jawa; yang dihubungkan dengan kata ‘melaju’, atau ‘deras’,’kencang’. Kemudian ‘melayu’ dapat diartikan sungai deras aliran airnya; bisa juga ditafsirkan orang atau penduduknya pedagang yang gesit, dinamis. Melayu dapat pula berarti dagang; yang berarti orang asing.

Bangsa Melayu identik sebagai seorang pedagang yang gesit. Fenomena kata ‘melayu’ yang kali kedua ini dan kemudian ditolak ukur dengan pernyataan ‘melayu’ pada poin pembahasan di pragraf sebelumnya juga sejalan dengan pernyataan dari catatan seorang biksu China bernama I tsing (Haan 1897; Schnittger 1939). Menurut catatan sang biksu, dia sempat mengunjungi Kerajaan Melayu sebanyak dua kali, yakni tahun 671 M dan 685 M.

Melayu juga diidentikan dengan Agama Islam. Yang disebut ‘orang melayu’ adalah orang yang memeluk agama Islam, berbahasa Melayu dan beradat istiadat Melayu; tidak ada orang Melayu yang tidak beragam Islam.

Tinjauan-tinjauan tentang suku Melayu tersebut di atas menggunakan metode pendekatan bahasa dan pemaknaan kata ‘melayu’ dalam arti kata. Metode tersebut sering pula disebut sebagai metode filologis. Dari hasil tinjauan tersebut tergambarlah bahwa melayu merupakan suatu suku yang berada di Pulau Sumatra dengan ciri suka berdagang dan sukses dalam pelayaran dagangnya. Kelokasian tempat dari asal-usul suku melayu ada dimana ? (tentang perkiraan suku Melayu ada di Sumatra Tengah), masih sangat kabur dan kurang jelas keberadaannya, atau: apakah ‘melayu’ hanyalah satu sebutan saja bagi seorang pelayar dan melaksanakan aktifitas perdagang pada masa dahulunya ?

Melayu pada tinjauan filologis hanya menafsirkan sebagai suku yang berasal dari Sumatra dan Seberang Sumatra (Malaka). Karena kebiasaan dagang suku tersebut maka persebaran adat mereka tersiar di Pulau Jawa dan seluruh Nusantara Indonesia juga di belahan bumi lainnya.

Melayu yang juga diidentikan dengan bahasa, adalah cikal bakal dari Bahasa Indonesia. Tidak dapat dipungkiri bahwa dasar dari pernyataan ini karena ‘Bahasa Melayu’ sudah akrab semenjak zaman dagang sebelum Nusantara menjadi Indonesia. ‘Bahasa Melayu’ digunakan sebagai bahasa pengantar dalam kegiatan dagang tempo dulu. Fungsi Bahasa Melayu sebagai linguafranca ini, persebarannya tampak meliputi budaya yang begitu luas, hampir meliputi seluruh daerah pantai di tepian lautan ‘pedalaman’ Indonesia.

Teks tulis dari Bahasa Melayu adalah huruf arab dengan struktur yang dituliskan berdasarkan ketetapan dengan pasal aturan tulis. Unsur yang mempermudah diterimanya akumulasi bunyi kedua bahasa (Arab dan Melayu) itu karena ada persamaan bunyi pada sebagian besar huruf yang ada dalam Bahasa Melayu dengan bunyi yang ada dalam Bahasa Arab. Huruf Arab yang ditulis tanpa petanda baca tersebut sering pula disebut Huruf Arab Melayu (pegon). Penyebaran Bahasa Melayu meluas sejalan dengan pesat majunya perdagangan Suku Melayu itu sendiri.

Budaya Melayu banyak dipengaruhi Agama Islam. Melayu yang berkembang di Sumatra melingkupi kerajaan-kerajaan bekas Hindu dan Budha serta animisme di nusantara. Adapun kerajaan–kerajaan itu antara lain : Samudara Pasai di Kalimantan, Sriwijaya di Sumatra, Aceh di Sumatra, Goa di Sulawesi, Aceh dan juga Riau Lingga.

Seni di Riau
Khususnya di Riau yang kemudian merupakan salah satu wilayah temadun dari Budaya Melayu, bermukim bermacam-macam suku bangsa seperti Suku Melayu yang dianggap sebagai suku asli dan dominan, suku pendatang dari seluruh Indonesia dan suku-suku terasing. Di samping itu juga menetap di daerah ini bangsa pedagang dari luar negeri, yakni Cina. India, Arab dan Bangsa lainnya. Keragaman atmosfir kesukuan di Riau ini mengindikasikan terjadinya akulturasi budaya. Kebudayaan Melayu yang pada awalnya mendominasi berbaur dengan budaya bawaan lainnya yang ada di Riau.

Kerumpunan Melayu yang berkembang di Riau sangat mendominasi. Ini tidak dapat dilepaskan dari nilai sejarah pembentuknya. Kebudayaan Melayu yang begitu kental di wilayah Riau kemudian disinyalir sebagai suatu petanda sentiment yaitu tentang pusat Budaya Melayu. Oleh pemerintah setempat dan tentunya didukung oleh segenap Bangsa Indonesia, kemahawarisan Budaya Melayu yang mendominasi wilayah Riau ini menjadi sebuah proses pelacakan pusat Budaya Melayu semenjak beberapa tahun silam dengan sebuah misi publik yaitu : Riau adalah pusat dari Budaya Melayu Dunia pada tahun 2020 kelak.

Dominasi Budaya Melayu di Riau ini kemudian menjadi faktor sosiologis masyarakatnya. Hubungan sosial antar masyarakat Riau yang terdiri dari berbagai akar budaya yang saling berakulturasi telah menempatkan kemahawarisan Budaya Melayu sebagai filter budaya yang berkembang disana.

Keidentikan Budaya Melayu adalah peleburan budaya dan nilai norma Agama Islam. Agama Islam telah pula menjadi ciri lahirnya beragam bentuk kreatifitas seni sebagai bagian dari wujud Kebudayaan Melayu.

Seni di Kebudayaan Melayu adalah bagian dari nilai keindahan yang tertata apik dan tak lepas dari tuntunan nilai norma keislaman. Bentuk seni yang berkembang terdiri dari ragam budaya yang dibedakan dari faktor sosiologisnya. Kebudayan Melayu (yang juga berkembang di Riau) terdiri dari; 1) Kebudayaan Melayu Bangsawan, 2) Kebudayaan Melayu Lokal/ Rakyat.

Kebudayaan Melayu Bangasawan terbentuk dari hubungan sosial yang terjadi dalam lingkungan Bangsawan/Istana Kemelayuan. Kebudayaan Melayu Lokal/ Rakyat terbentuk dari hubungan sosial yang terjadi dalam lingkungan rakyat diluar wilayah istana. Bentuk-bentuk dari Kebudayan Melayu Bangsawan dan Kebudayan Melayu Lokal/ Rakyat itu diwujudkan dalam hubungan sosiologis masyarakat dalam kesatuan. Pola dari kedua bentuk Kebudayaan Melayu tersebut menciptakan bentukan ciri pada masyarakat pendukungnya masing-masing. Garis besarnya adalah Kebudayaan Melayu ada dalam ritus kehidupan masyarakatnya (lahir-hidup-kematian), ritual keagamaan dan adat, serta permainan adat dan kesenian.

Rangkaian pragraf berikut akan membatasi subjek pembahasannya yaitu kesenian ‘melayu’ yang berada di wilayah Riau.

Riau sejak dahulu sudah menjadi daerah lalu lintas perdagangan negara-negara tetangga, sehingga Riau melahirkan sosok dan warna budaya yang beragam. Hal ini merupakan beban, sekaligus berkah historis-geografis. Riau seakan-akan merupakan ladang perhimpunan berbagai potensi kesenian, yang di dalamnya terdapat pengaruh kebudayaan negara-negara tetangga dan kebudayaan daerah Indonesia lainnya. Kesenian Melayu Riau sangat beragam, karena kelompok-kelompok kecil yang ada dalam masyarakat juga berkembang. Perbedaan antara Riau Lautan dan Riau Daratan menunjukkan keanekaragaman kesenian di Riau. Hal ini sekaligus sebagai ciri khas Melayu Riau, karena dari pembauran kelompok-kelompok itu pandangan tentang kesenian Riau terbentuk. Maka pada zamannya, Kebudayaan Melayu telah menjadi sistem yang berubah tiap waktu sesuai masyarakat pendukungnya yang juga mengalami perkembangan*

Kesenian adalah sebagai salah satu produk kebudayaan. Di Riau, terdapat beberapa bentuk kesenian diantaranya pertunjukan (teater, tari musik, dan nyanyian) dan sastra. Khususnya seni teater dalam kesenian pertunjukan di Riau terakumulasi pula dalam beberapa jenis dan bentukan (tercatat; yang telah identivikasi dalam proses pendokumentasian dan penginventarisasian) yaitu: Teater Bangsawan (Wayang Persi), Berdah, Berbalas Pantun, Dul Muluk, Nandung, Mak Yong, Mamanda, Mendu, Nandai, Randai Kuantan, Surat Kapal, Ranggung**

Teater modern di Riau adalah seni teater yang berkembang dengan ciri kedaerahan Riau (Kebudayaan Melayu sebagai identitas). Pada bagian berikutnya dari makalah ini akan disampaikan pandangan penulis terhadap perkembangan Teater Modern di Riau dimana penulis merupakan juga salah satu seniman teater dari latar keluarga Budaya Melayu di Riau, bertempat tinggal juga di Riau dan kemudian sejak tahun 2004 sampai sekarang mengurangi konsentrasi kegiatan kreatifnya di wilayah Riau karena alasan menempuh pendidikan (seni) diluar wilayah Riau.

Keterangan :
* ; perlu pembahasan lebih lanjut.
** ; beberapanya dalam proses penelitian dimana salah satunya (ranggung) juga dalam proses penelitian oleh penulis.
Teater Modern di Riau-

Menimbang perkembangan teater modern di Riau adalah menelaah sejengkal cerita yang sampai sekarang tidak pernah usai tuntas di tamatkan. Tentang fokus sajian pada bagian ini penulis memberikan beberapa alinea pragraf yang berisi tentang sudut pandang teater modern di Riau di tinjauan dari beberapa hal dengan berbagai ragam masukan dan referensi yang telah dikumpulkan dari berbagai pihak. Adapun teater modern di Riau ini akan coba di uraikan melalui tinjauan-tinjauan terhadap; 1) Sanggar-Komunitas Seni [teater] modern di Riau, 2) Tokoh Seni [teater] Modern di Riau, dan 3) Perkembangan Seni [teater] Modern di Riau dalam objektifitas berbagai Pementasan Seni [teater] di Riau.

Babakkan selanjutnya dari penelaahan teater modern di Riau adalah sajian dari penjelasan berbagai tinjauan tersebut diatas. Dengan mempertegas pernyataan (bahwa) Seni [teater] Modern di Riau adalah bentuk sajian seni teater sebagai pertunjukan yang (secara objektif penulis) perkembangannya dipengaruhi oleh kaidah norma dan adat seni Melayu, dimana sebagai landasannya yaitu agama Islam.

Pelacakan Sanggar-Komunitas Seni [teater] modern di Riau menyematkan beberapa hal yaitu bahwa ragamnya terdiri atas Kelompok Sanggar yang cikal bakalnya adalah sebuah kegiatan klub atau ekstrakulikuler di sebuah sekolah, dan Kelompok Sanggar yang cikal bakalnya adalah komunitas seni. Sanggar dan komunitas tersebut mengandalkan supliran dana dari pihak – pihak yang berkenan dan memang berkewajiban akan kelangsungan keberadaan mereka. Hanya beberapa sanggar yang mampu bertahan dengan mengandalkan keuangan guna pendanaan kebutuhan sanggar-komunitasnya dari itensitas produksi kreatif. Beberapa sanggar yang kemudian sampi dengan sekarang mamou bertahan juga adalah sanggar tersebut memiliki salahsatu pemarkarsa atau seorang tokoh utama yang cukup berpengaruh dalam sanggar-komunitas tersebut. Berbeda dengan komunitas yang cikal bakalnya adalah sebuah komunitas seni, sanggar teater sekolah yang merupakan kelompok siswa/pelajar tergantung keberadaannya dengan sebuah system yang berada di sekolah tersebut dan jumlah keanggotaan dan pemerhati keberadaannya. Fenomena sanggar-komunitas teater yang cikal bakalnya adalah kegiatan klub atau ekstrakulikuler di sekolah adalah sebuah lingkaran kesinambungan yaitu hilang dan terbentuknya berjalan bersamaan dan selalu ada demikian.Kemudian sebuah fenomena yang menarik lagi adalah keberadaan tentang komunitas taeter kamus/ universitas, yaitu dimana kelomok ini adalah tidak bisa dikatagorikan sebagai kelompok sekolah dan juga tidak bisa pula dikatagorikan sebagai kelompok data komunitas umum. Komunitas teater kampus adalah sebuah kelompok mahasiswa-mahasiswi yang berminat untuk berkegiatan dalam kreatifitas teater. Keanggotaannya kebanyakan adalah purna dari kelompok komunitas teater sekolah dan masih bingung/mencari identitas dalam pemaknaan seni taeter sebagai sebuah komunitas independent.

Penulis menanggapi pula tetang keberadaan tentang komunitas teater yang dicatatnya sebagai komunitas teater festival yaitu keberadaan kelompok ini hanya bisa ditemukan pada saat diadakannya sebuah perhelatan festival teater dan kemudian setelah kegiatan festival tersebut usai, begitupula adanya usainya kegiatan komunitas tersebut.

Nama Alm. Idrus Tintin adalah seoarng sosok pendahulu perkembangan taeter modernd di Riau. Dalam dunia seni peran/teater, berbagai pengalaman telah ia peroleh dan berbagai sumbangsih telah ia berikan. Ia adalah juga seorang penulis puisi dan naskah teater baik berupa saduran ataupun karya pribadi.

Kemudian beberapa nama-nama lain adalah tidak segaung dan segema nama-nama Alm. Idrus Tintin. Ini entah dikarenakan apakah seniman teater Riau adalah sosok lowprofile atau memang karena ketiadaan seniman teater lagi di riau ?.

Nama-nama tokoh teater riau yang lain memang ada, namun tak ada yang sampai melegenda dan meninggalkan banyak bekas yang dapat dikenang. Kemajemukan ini bisa jadi karena juga pengaruh budaya Melayu. Adanya hal tersebut yaitu dikarenakan pengaruh budaya Melayu yaitu pengagungan atas nama selain nama sang pencipta adalah sikap yang kurang terhormat.

Keragaman yang lain yang dapat disimpulkan dari tokoh teater Riau adalah ragam dari dua varian umum yaitu; tokoh teater yang mengetahui bentuk teater secara autodidak dan tokoh teater yang mengetahui bentuk teater secara autodidak dan akademik . Kebanyakan tokoh teater autodidak mendapatkan pengetahuan tentang teater adalah berdasarkan kegiatan teater tradisi yang menjadi bagian dari keseharian kegiatan yang ia lakukan bersama kelompoknya. Dengan adanya perkembangan teater hingga menjadi bentukan teater modernd maka tokoh – tokoh teater autodidak tadi mendapatkan banyak informasi yang lebih dalam ragam perkembangan karya-karya teaternya. Tokoh teater autodidak dan akademis adalah sosok dari beberapa orang yang menempuh jalur pendidiakan teater secara akademik dan juga memiliki latar pengetahuan teater dari ragam kegiatannya sebelum menempuh teater secara akademis. Ragam dari tokoh teater autodidak dan akademik adalah juga biasanya berlatarkan dari keanggotaan di sebuah kominitas teater.

Bersama dengan komunitas dan kelompok sanggarnya, tokoh – tokoh teater itu hanya sebagian kecil yang mementaskan karya secara berkala. Demikian pula dengan keberadaan kelompok teater sanggar sekolah yaitu itensitas pementasan mereka hanya berupa kegiatan festival dan peringatan hari-hari besar saja.

Merupakan suatu keuntungan sebenarnya yaitu keadaan geografi daerah Riau yang berada di lintas antar negara dan point of interest sebagai daerah budaya kerumpunan Melayu yang kental. Letak Riau sebagai lintas antar negara memungkinkan adanya bentuk akulturasi budaya yang mengimbas kepada perkembangan bentuk pementasan teater modernd Riau. Selain itu juga, perkembangan teater Riau akan mendapatkan suatu contoh keragaman dari berbagai macam perkembangan teater di luar wilayah. Sebagai point of interest daerah budaya kerumpunan Melayu pun memberikan warna yang berbeda dari contoh pertunjukan teater modernd di Riau. Namun hal ini belum bisa dimaksimalkan. alhasil adalah sekarang bentukan teater modernd di Riau masih sangat jauh tertinggal dari perkembangannya karena beberapa catatan penting di antaranya :

1. Alternatif tentang bentuk budaya Melayu yang mempengaruhi (secara langsung/tidak) teater modern di Riau tidak bisa dimaksimalkan untuk dijadikan sesuatu yang menciri khas,

2. Kelompok komunitas / sanggar teater di Riau hanya mampu memberikan tontonan yang terjebak kepada proses dilematis pendanaan dan ke-kurang-ahli-an pengelolaan produksi pementasan.

3. Tokoh teater Riau yang masih mempunyai anggapan yaitu teater hanya menjadi suatu kegiatan sampingan penghibur kebosanan, demikian pula keberadaan masyarakat Riau yang masih beranggapan teater hanya sebagai suatu bentuk tontonan hiburan.

4. Proses pembekalan tentang teater sebagai sarana komunikasi masa, belum menjadi suatu yang dapat di utamakan oleh pe-seni di Riau

Penulis menyadari bahwa kegelisahannya dalam makalah ini akan memberikan suatu dampak pada ketidaksetujuan dan pernyataan sikap oleh berbagai pihak pembaca. Perlu diadakannya alternatif diskusi yang berkelanjutan atas makalah ini agar tercipta suatu makalah yang sempurna dan bisa menjadi bentukan dari sebuah loncatan untuk proses pengidentifikasian sosiologis Melayu dan seni teater modernd di Riau.

------------------
Tulisan: Adhe Puraindra
Foto: Mini Teater Riau

08 Mei 2010

Aishiteru Band

Aishiteru band Aishiteru Nama Aishiteru memang belum se ngetop Band asal Pekanbaru lainnya seperti Geisha. Namun untuk tingkat tanah kelahiran Aishiteru cukup populer. Terutama di kalangan anak SMA di Pekanbaru dari tahun 2005 sampai 2007.

Band asal Pekanbaru ini terbentuk sejak tahun 2005 dan mengusung warna Jepang. "Band ini terbentuk 14 Februari 2005 di Pekanbaru, Riau karena bertepatan dengan hari Valentine, nama Aishiteru yang berasal dari bahasa Jepang yang berarti 'Aku cinta padamu', diambil sebagai nama band," terang vokalis grup ini, Frangki kepada media.

Band dengan personel Franky (vokalis), Wibi Pilot (drummer), Arjuna (pemain bas), Dhany (gitaris), dan Arman (keyboard) ini mencoba penampilan beda untuk membuat ciri khas tersendiri. "Secara musikalitas kita sudah beda, dengan genre Japanese pop. Dari segi performance kita juga bisa dibilang beda, apalagi dari segi fashion. Format kita selalu mengenakan pakaian bangsawan Eropa, " terang Frangki.

Baru-baru ini lagu Aishiteru yang berjudul Menunggumu menjadi original soundtrack film menculik Miyabi, film kontroversial yang sudah di putar di bioskop-bioskop tanah air. Semoga dengan dipakainya lagu menungumu Aishiteru, dapat melambungkan nama mereka di belantika musik tanah air seperti halnya Geisha.
-----------------------------
Koreksi: Lagu Aishiteru (Band asal Pekanbaru) tidak pernah menjadi soundtrack film menculik miyabi dan lagu menunggumu bukanlah lagu milik band Aishiteru, melainkan karya Zivilia Band asal Kendari. Mohon maaf atas pemberitaan yang salah ini.

05 Mei 2010

Perempuan Riau Peraih Kartini Award

Vivi Andasari ST MSc PDEng, Bimbang Terapkan Ilmu di Negeri Sendiri

Vivi Andasari ST MSc PDEng, Perempuan Riau Peraih Kartini Award Raut wajahnya tidak serumit aktivitas penelitian yang digelutinya. Perempuan yang sejak TK hingga SMU bersekolah di Pekanbaru, Riau, ini, sekarang mendalami penelitian matematika kanker di Eropa.

Dinilai seorang perempuan penemu dan peneliti, Vivi dianugerahi Kartini Award oleh Majalah Kartini yang diserahkan langsung oleh ibu negara Ny Ani Yudhoyono 30 April lalu. Tapi ia tengah bimbang, karena kemampuannya itu sulit diaplikasikan di Indonesia.

TIDAK banyak yang berubah baik keceriaan, bicara yang lugas dan ramah dari diri Vivi Andasari. Januari 2010 lalu, Riau Pos, mewawancarai Vivi saat pulang kampung ke Pekanbaru untuk rubrik ‘’Intip’’ (terbit Ahad, 24 Januari 2010). Kepulangannya kali ini agaknya menambah keceriaan anak dari dr H Asnil Basyri bin Muhammad (alm) karena mendapatkan anugerah bergengsi perempuan Indonesia.

Anugerah yang diperoleh itu atas aktivitasnya menghitung pertumbuhan kanker melalui matematika. Ilmu baru itu, bisa dikatakan asing di Indonesia. Wajar saja, karena di Eropa dan Benua Amerika, terapan menghitung berapa mikro mili pertumbuhan kanker sebagai panduan dokter memberikan obat tersebut masih hal baru. Sering ia berkeliling Eropa untuk mempresentasikan tentang penelitiannya itu sehingga saat ini mulai familiar di dunia kedokteran dan biologi. Momen Hari Kartini jatuh

21 April lalu, bisa pula disandingkan dengan momen Hardiknas 2 Mei karena kategori yang diperolehnya adalah perempuan penemu dan peneliti sehingga jadi kado istimewa bagi Riau.

‘’Harusnya pekan ini saya mempublikasikan kelanjutan penelitian saya di hadapan profesor. Tapi saya dihubungi mendapat Kartini Award dari Majalah Kartini. Saya minta untuk diwakilkan saja. Tapi panitia bilang sesuai permintaan protokoler presiden, karena yang menyerahkan langsung Ibu Negara, tidak bisa diwakilkan. Makanya saya izin sama profesor saya untuk pulang dan alhamdulillah diberikan, bahkan beliau ikut senang,’’ ujar Vivi kepada Riau Pos di kediaman orang tuanya Jalan Thamrin Pekanbaru.

Penghargaan yang Vivi peroleh bersamaan dengan tujuh orang lainnya dengan kategori berbeda. Vivi dengan kategori Perempuan Penemu dan Peneliti, Eni Khairani (kategori Politik), Nancy Go (kategori Profesi), Siti Aminah (kategori Kesehatan Bidan), Deni Hidayati (kategori Pendidikan), Sri Murniati Djamaludin (kategori Lingkungan), Maria Lousiana Mariani (kategori Sosial), dan Sri Wuryaningsih (kategori Perempuan dan Anak)

‘’Saya bilang sama Redaktur Pelaksana Majalah Kartini kalau saya ini belum apa-apa dibandingkan perempuan lain di Indonesia. Karena yang mendapatkan anugerah itu orangnya hebat-hebat dan sudah lama sekali berkecimpung di bidangnya. Tapi kata mereka, hal itu hasil penilaian tim juri yang sudah ditunjuk. Tim jurinya dari LIPI, Iman Satojo dan lainnya. Ini anugerah besar dari Allah SWT kepada saya dan keluarga dan semakin memacu diri untuk berbuat lebih baik, menunjukkan bahwa perempuan juga bisa melakukan pekerjaan yang sulit,’’ terang Vivi.

Istri Gubernur Riau, Ny Septrina Primawati Rusli bahkan menyempatkan diri datang ke Jakarta dalam prosesi pemberian penghargaan bagi Vivi tersebut. Ia merasakan kebanggaan tersendiri bisa disejajarkan sebagai perempuan inspiratif Indonesia yang diharapkan bisa memotivasi perempuan Indonesia yang berkarya sebaik mungkin sesuai bidang yang digeluti.

‘’Yang lain pakai kebaya, saya pakai songket Riau dalam pemberian anugerah itu. Saya belum apa-apanya, tapi akan berbuat yang lebih baik lagi untuk bangsa ini. Penghargaan ini adalah hal yang tidak akan pernah dilupakan dalam sejarah hidup saya,’’ papar Vivi yang pernah bekerja sebagai Research Assistant di Eindhoven University of Technology, Eindhoven, Belanda ini.

Kiprahnya di dunia internasional memang sudah cukup dikenal, terutama di kalangan peneliti. Menyelesaikan S2 di Chalmers University of Technology, Gothenburg, Swedia, jenjang pendidikannya lalu dilanjutkan di Jurusan Applied Mathematics di negara yang sama. Kemudian pada 2005-2007, ia menyelesaikan S2 jurusan lain, yaitu Mathematics for Industry di Eindhoven University of Technology, Eindhoven, Belanda.

‘’Sekarang mendapatkan beasiswa doktor di University of Dundee, Skotlandia, Jurusan Mathematical Biology Spesialisasi Penerapan Matematika untuk Penelitian Penyakit Kanker. Harusnya kontrak selesai Oktober 2010 ini.

Tapi diperpanjang kontrak hingga 2011 karena banyaknya permintaan dari universitas lain, termasuk lembaga penelitian di Amerika,’’ sebut Vivi yang menguasai enam bahasa internasional tersebut.

Apakah ia termasuk orang Indonesia yang berkiprah di negara lain dan tidak mau kembali untuk mengabdikan ilmunya karena tertarik dengan tingginya gaji yang ditawarkan di negara lain? Vivi spontan tertawa mendengar pertanyaan itu. Ia mengakui, bahwa keprofesionalan seorang peneliti di Eropa dan Amerika jauh dihargai dengan materi ketimbang di Indonesia sehingga banyak orang Indonesia lebih memilih berkiprah di dunia internasional.

‘’Banyak tawaran yang datang kepada saya. Sekarang saja saya ikut mengerjakan proyek penelitian matematika kanker dengan lembaga penelitian Amerika. Sebenarnya saya ingin sekali berkiprah di Indonesia atau Riau untuk mengabdikan diri. Tapi apakah ilmu yang saya miliki ini bisa digunakan di Indonesia? Kalau sekadar jadi dosen, ilmu penelitian akan tidak berguna sama sekali.

Ilmu terapan saya ini, di Eropa saja belum dikenal luas dan baru mulai dipraktikkan dalam dunia kedokteran. Di Indonesia, setahu saya belum ada,’’ ujar Vivi sedikit bimbang dengan rasa nasionalismenya diperbandingkan dengan tidak mungkinnya diterapkan ilmu yang didalaminya itu.

Berpikir untuk tetap berkiprah di Eropa, Vivi memaparkan ada beberapa orang Indonesia berlaku demikian. Paling tidak, sebut dia, ketika ada orang Indonesia berkiprah di dunia internasional, akan mengangkat derajat bangsa bahwa orang-orang Indonesia juga memiliki kemampuan bahkan lebih baik dari pada orang-orang negara maju.

‘’Karena masih bimbang, saya masih belum bisa memutuskan akan ke mana saya nanti. Yang jelas sekarang ini fokus terhadap penelitian saya,’’ tutur Vivi yang lahir di Padang, 20 Februari 1976 dan masih berstatus lajang ini.

Sejak Kanak-kanak
Ketertarikan Vivi pada ilmu matematika sudah tumbuh sejak kanak-kanak. Alasannya, di masa kecil, gadis ini tidak gemar membaca dan lebih suka bermain dan berhitung. Sedangkan ketertarikannya pada matematika biologi diawali Vivi ketika membaca sebuah artikel tentang ilmu yang baru baginya, yakni matematika biologi. Setelah menyelesaikan studi di Belanda, Vivi banting stir dan meneruskan studi di S3 University of Dundee di Skotalandia, Jurusan Mathematical Biology (Matematika Terapan untuk Biologi dan Kedokteran), Spesialisasi Penerapan Matematika untuk Penelitian Penyakit Kanker sejak 2007 hingga sekarang.

Kecintaannya pada ilmu itu membuatnya dilirik sebagai orang Indonesia yang cukup brilian dan dipercaya menjadi nara sumber di berbagai pertemuan internasional seperti IGTC Summer School in Mathematical Biology di acara University of British Columbia di Vancouver (Kanada) dengan topik Mathematical Modelling of Cancer Cell Invasion of Tissue, 2008. Selain itu, Presentasi Poster pada ECMTB08 (European Conference on Mathematical and Theoretical Biology 2008) di University of Edinburgh (Skotlandia) dengan bertopik Modelling Cancer Cell Invasion of Tissue: Non-local Effects in the uPA System. Begitu juga di Seminar of Numerical Mathematics Research Group di acara Institute for Mathematics, Naturwissenschaftliche Fakultdt III, Martin-Luther-Universitdt Halle-Wittenberg, Halle an der Saale, Jerman, dengan topik Mathematical Modelling of Cancer Cell Invasion of Tissue dan banyak lagi.

Matematika Biologi dijelaskannya adalah strategi pengobatan dengan cara mendeteksi kanker lebih dini. Riset dilakukan dengan dua cara yakni secara individu dan umum. Sedangkan Vivi fokus mempelajari kanker secara individu sebab tubuh manusia terdiri dari triliunan sel dan ilmu itu bisa dimanfaatkan perusahaan obat dan para dokter.

‘’Karena fokus ilmu ini adalah riset, maka saya semakin termotivasi untuk membaca dan membaca artikel dan tulisan-tulisan tentang bidang ini. Semakin banyak saya membaca semakin saya tahu kebesaran Allah SWT. Inilah yang membuat saya semakin mencintai bidang satu ini,’’ akunya.

Selama di Skotlandia, sebagai pengobat rindu terhadap negaranya, Vivi juga ikut kegiatan pengajian di Masjid Dundee bersama para muslimah di sana sekali sepekan. Selain itu, juga berkumpul di masjid untuk belajar Alquran bersama serta mendamping para penceramah yang berdakwah di sana.

Baginya, selain kegiatan itu semakin mempertebal keimanan, juga semakin memperlancar bahasa Inggris-nya. Pasalnya, bahasa Inggris keseharian di sana cukup beragam, minimal dalam dialek orang-orang lokal. Untuk berkumpul sesama orang Indonesia, mereka lakukan sekali atau dua kali dalam sebulan di luar kota.

‘’Kalau untuk mengobati rasa rindu pada keluarga dan orang tua, biasanya kami saling chatting atau telepon berkamera sehingga kami bisa saling bertatap muka. Saya juga pulang ke Pekanbaru sekali setahun. Jadi saya enjoy saja menjalani hidup di Dundee,’’ ujarnya.

Dikutip dari Harian Riau Pos

Banyak Dibaca