05 Mei 2010

Perempuan Riau Peraih Kartini Award

Vivi Andasari ST MSc PDEng, Bimbang Terapkan Ilmu di Negeri Sendiri

Vivi Andasari ST MSc PDEng, Perempuan Riau Peraih Kartini Award Raut wajahnya tidak serumit aktivitas penelitian yang digelutinya. Perempuan yang sejak TK hingga SMU bersekolah di Pekanbaru, Riau, ini, sekarang mendalami penelitian matematika kanker di Eropa.

Dinilai seorang perempuan penemu dan peneliti, Vivi dianugerahi Kartini Award oleh Majalah Kartini yang diserahkan langsung oleh ibu negara Ny Ani Yudhoyono 30 April lalu. Tapi ia tengah bimbang, karena kemampuannya itu sulit diaplikasikan di Indonesia.

TIDAK banyak yang berubah baik keceriaan, bicara yang lugas dan ramah dari diri Vivi Andasari. Januari 2010 lalu, Riau Pos, mewawancarai Vivi saat pulang kampung ke Pekanbaru untuk rubrik ‘’Intip’’ (terbit Ahad, 24 Januari 2010). Kepulangannya kali ini agaknya menambah keceriaan anak dari dr H Asnil Basyri bin Muhammad (alm) karena mendapatkan anugerah bergengsi perempuan Indonesia.

Anugerah yang diperoleh itu atas aktivitasnya menghitung pertumbuhan kanker melalui matematika. Ilmu baru itu, bisa dikatakan asing di Indonesia. Wajar saja, karena di Eropa dan Benua Amerika, terapan menghitung berapa mikro mili pertumbuhan kanker sebagai panduan dokter memberikan obat tersebut masih hal baru. Sering ia berkeliling Eropa untuk mempresentasikan tentang penelitiannya itu sehingga saat ini mulai familiar di dunia kedokteran dan biologi. Momen Hari Kartini jatuh

21 April lalu, bisa pula disandingkan dengan momen Hardiknas 2 Mei karena kategori yang diperolehnya adalah perempuan penemu dan peneliti sehingga jadi kado istimewa bagi Riau.

‘’Harusnya pekan ini saya mempublikasikan kelanjutan penelitian saya di hadapan profesor. Tapi saya dihubungi mendapat Kartini Award dari Majalah Kartini. Saya minta untuk diwakilkan saja. Tapi panitia bilang sesuai permintaan protokoler presiden, karena yang menyerahkan langsung Ibu Negara, tidak bisa diwakilkan. Makanya saya izin sama profesor saya untuk pulang dan alhamdulillah diberikan, bahkan beliau ikut senang,’’ ujar Vivi kepada Riau Pos di kediaman orang tuanya Jalan Thamrin Pekanbaru.

Penghargaan yang Vivi peroleh bersamaan dengan tujuh orang lainnya dengan kategori berbeda. Vivi dengan kategori Perempuan Penemu dan Peneliti, Eni Khairani (kategori Politik), Nancy Go (kategori Profesi), Siti Aminah (kategori Kesehatan Bidan), Deni Hidayati (kategori Pendidikan), Sri Murniati Djamaludin (kategori Lingkungan), Maria Lousiana Mariani (kategori Sosial), dan Sri Wuryaningsih (kategori Perempuan dan Anak)

‘’Saya bilang sama Redaktur Pelaksana Majalah Kartini kalau saya ini belum apa-apa dibandingkan perempuan lain di Indonesia. Karena yang mendapatkan anugerah itu orangnya hebat-hebat dan sudah lama sekali berkecimpung di bidangnya. Tapi kata mereka, hal itu hasil penilaian tim juri yang sudah ditunjuk. Tim jurinya dari LIPI, Iman Satojo dan lainnya. Ini anugerah besar dari Allah SWT kepada saya dan keluarga dan semakin memacu diri untuk berbuat lebih baik, menunjukkan bahwa perempuan juga bisa melakukan pekerjaan yang sulit,’’ terang Vivi.

Istri Gubernur Riau, Ny Septrina Primawati Rusli bahkan menyempatkan diri datang ke Jakarta dalam prosesi pemberian penghargaan bagi Vivi tersebut. Ia merasakan kebanggaan tersendiri bisa disejajarkan sebagai perempuan inspiratif Indonesia yang diharapkan bisa memotivasi perempuan Indonesia yang berkarya sebaik mungkin sesuai bidang yang digeluti.

‘’Yang lain pakai kebaya, saya pakai songket Riau dalam pemberian anugerah itu. Saya belum apa-apanya, tapi akan berbuat yang lebih baik lagi untuk bangsa ini. Penghargaan ini adalah hal yang tidak akan pernah dilupakan dalam sejarah hidup saya,’’ papar Vivi yang pernah bekerja sebagai Research Assistant di Eindhoven University of Technology, Eindhoven, Belanda ini.

Kiprahnya di dunia internasional memang sudah cukup dikenal, terutama di kalangan peneliti. Menyelesaikan S2 di Chalmers University of Technology, Gothenburg, Swedia, jenjang pendidikannya lalu dilanjutkan di Jurusan Applied Mathematics di negara yang sama. Kemudian pada 2005-2007, ia menyelesaikan S2 jurusan lain, yaitu Mathematics for Industry di Eindhoven University of Technology, Eindhoven, Belanda.

‘’Sekarang mendapatkan beasiswa doktor di University of Dundee, Skotlandia, Jurusan Mathematical Biology Spesialisasi Penerapan Matematika untuk Penelitian Penyakit Kanker. Harusnya kontrak selesai Oktober 2010 ini.

Tapi diperpanjang kontrak hingga 2011 karena banyaknya permintaan dari universitas lain, termasuk lembaga penelitian di Amerika,’’ sebut Vivi yang menguasai enam bahasa internasional tersebut.

Apakah ia termasuk orang Indonesia yang berkiprah di negara lain dan tidak mau kembali untuk mengabdikan ilmunya karena tertarik dengan tingginya gaji yang ditawarkan di negara lain? Vivi spontan tertawa mendengar pertanyaan itu. Ia mengakui, bahwa keprofesionalan seorang peneliti di Eropa dan Amerika jauh dihargai dengan materi ketimbang di Indonesia sehingga banyak orang Indonesia lebih memilih berkiprah di dunia internasional.

‘’Banyak tawaran yang datang kepada saya. Sekarang saja saya ikut mengerjakan proyek penelitian matematika kanker dengan lembaga penelitian Amerika. Sebenarnya saya ingin sekali berkiprah di Indonesia atau Riau untuk mengabdikan diri. Tapi apakah ilmu yang saya miliki ini bisa digunakan di Indonesia? Kalau sekadar jadi dosen, ilmu penelitian akan tidak berguna sama sekali.

Ilmu terapan saya ini, di Eropa saja belum dikenal luas dan baru mulai dipraktikkan dalam dunia kedokteran. Di Indonesia, setahu saya belum ada,’’ ujar Vivi sedikit bimbang dengan rasa nasionalismenya diperbandingkan dengan tidak mungkinnya diterapkan ilmu yang didalaminya itu.

Berpikir untuk tetap berkiprah di Eropa, Vivi memaparkan ada beberapa orang Indonesia berlaku demikian. Paling tidak, sebut dia, ketika ada orang Indonesia berkiprah di dunia internasional, akan mengangkat derajat bangsa bahwa orang-orang Indonesia juga memiliki kemampuan bahkan lebih baik dari pada orang-orang negara maju.

‘’Karena masih bimbang, saya masih belum bisa memutuskan akan ke mana saya nanti. Yang jelas sekarang ini fokus terhadap penelitian saya,’’ tutur Vivi yang lahir di Padang, 20 Februari 1976 dan masih berstatus lajang ini.

Sejak Kanak-kanak
Ketertarikan Vivi pada ilmu matematika sudah tumbuh sejak kanak-kanak. Alasannya, di masa kecil, gadis ini tidak gemar membaca dan lebih suka bermain dan berhitung. Sedangkan ketertarikannya pada matematika biologi diawali Vivi ketika membaca sebuah artikel tentang ilmu yang baru baginya, yakni matematika biologi. Setelah menyelesaikan studi di Belanda, Vivi banting stir dan meneruskan studi di S3 University of Dundee di Skotalandia, Jurusan Mathematical Biology (Matematika Terapan untuk Biologi dan Kedokteran), Spesialisasi Penerapan Matematika untuk Penelitian Penyakit Kanker sejak 2007 hingga sekarang.

Kecintaannya pada ilmu itu membuatnya dilirik sebagai orang Indonesia yang cukup brilian dan dipercaya menjadi nara sumber di berbagai pertemuan internasional seperti IGTC Summer School in Mathematical Biology di acara University of British Columbia di Vancouver (Kanada) dengan topik Mathematical Modelling of Cancer Cell Invasion of Tissue, 2008. Selain itu, Presentasi Poster pada ECMTB08 (European Conference on Mathematical and Theoretical Biology 2008) di University of Edinburgh (Skotlandia) dengan bertopik Modelling Cancer Cell Invasion of Tissue: Non-local Effects in the uPA System. Begitu juga di Seminar of Numerical Mathematics Research Group di acara Institute for Mathematics, Naturwissenschaftliche Fakultdt III, Martin-Luther-Universitdt Halle-Wittenberg, Halle an der Saale, Jerman, dengan topik Mathematical Modelling of Cancer Cell Invasion of Tissue dan banyak lagi.

Matematika Biologi dijelaskannya adalah strategi pengobatan dengan cara mendeteksi kanker lebih dini. Riset dilakukan dengan dua cara yakni secara individu dan umum. Sedangkan Vivi fokus mempelajari kanker secara individu sebab tubuh manusia terdiri dari triliunan sel dan ilmu itu bisa dimanfaatkan perusahaan obat dan para dokter.

‘’Karena fokus ilmu ini adalah riset, maka saya semakin termotivasi untuk membaca dan membaca artikel dan tulisan-tulisan tentang bidang ini. Semakin banyak saya membaca semakin saya tahu kebesaran Allah SWT. Inilah yang membuat saya semakin mencintai bidang satu ini,’’ akunya.

Selama di Skotlandia, sebagai pengobat rindu terhadap negaranya, Vivi juga ikut kegiatan pengajian di Masjid Dundee bersama para muslimah di sana sekali sepekan. Selain itu, juga berkumpul di masjid untuk belajar Alquran bersama serta mendamping para penceramah yang berdakwah di sana.

Baginya, selain kegiatan itu semakin mempertebal keimanan, juga semakin memperlancar bahasa Inggris-nya. Pasalnya, bahasa Inggris keseharian di sana cukup beragam, minimal dalam dialek orang-orang lokal. Untuk berkumpul sesama orang Indonesia, mereka lakukan sekali atau dua kali dalam sebulan di luar kota.

‘’Kalau untuk mengobati rasa rindu pada keluarga dan orang tua, biasanya kami saling chatting atau telepon berkamera sehingga kami bisa saling bertatap muka. Saya juga pulang ke Pekanbaru sekali setahun. Jadi saya enjoy saja menjalani hidup di Dundee,’’ ujarnya.

Dikutip dari Harian Riau Pos

1 komentar:

  1. MANTAP.....
    SEMOGA BERMUNCULAN PEREMPUAN RIAU LAINNYA

    BalasHapus

Banyak Dibaca